Tradingan – #Kiwoom #Sekuritas #Indonesia #memproyeksikan #Indeks #Harga #Saham #Gabungan (#IHSG) masih memiliki peluang untuk menguat dan menutup tahun 2025 di kisaran level 7.850 hingga 8.000. Proyeksi optimis ini tetap disampaikan meskipun analis memperingatkan bahwa tekanan dan volatilitas dari pasar global diperkirakan akan meningkat signifikan pada kuartal IV-2025, yang dapat memicu koreksi jangka pendek.
Baca juga: Bitcoin (BTC) Tunjukkan Sinyal Bullish, Tapi Waspadai Potensi Konsolidasi
Pemicu Volatilitas Global: Shutdown AS dan Kebijakan The Fed

Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, gejolak terbesar yang mengancam stabilitas pasar keuangan global berasal dari shutdown (penghentian aktivitas) pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang resmi berlaku sejak 1 Oktober 2025. Peristiwa ini menciptakan ketidakpastian besar mengenai prospek fiskal dan pertumbuhan ekonomi negara adidaya tersebut.
Kondisi ini diperparah oleh ketidakjelasan arah kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed). “Kombinasi antara shutdown pemerintah AS dan sinyal ‘higher for longer’ dari The Fed berpotensi mendorong arus modal keluar secara besar-besaran dari pasar negara berkembang (emerging markets), termasuk Indonesia, sebagai bagian dari aksi flight-to-quality menuju aset yang dianggap lebih aman seperti dollar AS dan surat utang pemerintah AS,” jelas Liza dalam risetnya yang diterbitkan pada Kamis (2/10/2025).
Liza memperingatkan bahwa dampaknya terhadap IHSG kali ini bisa lebih cepat dan signifikan dibandingkan periode shutdown serupa pada 2018-2019. “Kalau pada periode shutdown 2018–2019 dampaknya masih tertunda ke IHSG, kali ini tekanannya bisa lebih cepat terasa. Ini disebabkan oleh tiga faktor: posisi IHSG yang relatif tinggi, arus keluar modal asing yang sudah deras, dan ketahanan nilai tukar Rupiah yang rapuh terhadap penguatan dollar AS,” paparnya.
Baca juga: Cognitive Bias yang Paling Sering Dialami Trader Retail
Proyeksi Pergerakan IHSG: Koreksi Jangka Pendek, Rally di Akhir Tahun
Berdasarkan analisa teknikal dan fundamental, Kiwoom memperkirakan pergerakan IHSG dalam jangka pendek, khususnya pada periode Oktober hingga November 2025, akan cenderung sideways dengan bias terkoreksi menuju level support 7.800–7.900. Fase ini akan didominasi oleh profit-taking dan aksi jual akibat ketidakpastian global.
Namun, memasuki bulan Desember, peluang penguatan (rally) IHSG terbuka lebar. Faktor musiman akhir tahun diperkirakan akan menjadi katalis utama. “Kami melihat peluang window dressing oleh manajer investasi dan rebalancing indeks MSCI pada kuartal IV sebagai pendorong utama di akhir tahun. Secara historis, kuartal IV, terutama Desember, cenderung positif untuk pasar saham Indonesia,” tambah Liza.
Data kinerja sebelumnya menguatkan analisis ini. Sepanjang September 2025, IHSG tercatat masih mampu mencetak kenaikan bulanan sebesar 4,2%, dan bahkan menunjukkan pertumbuhan yang kuat sebesar 16,9% secara kumulatif pada kuartal III-2025. Namun, di balik performa yang menggembirakan ini, tersembunyi sebuah risiko. Investor asing masih mencatatkan net sell (penjualan bersih) senilai Rp9,45 triliun hanya dalam sebulan, yang menjadi sinyal peringatan bagi stabilitas pasar.
Baca Juga: Membuat Trading Journal untuk Evaluasi Risk/Reward
Faktor Pendukung Domestic dan Rekomendasi Sektor
Di tengah tekanan eksternal, sejumlah faktor domestik diyakini akan menjadi penopang dan penyeimbang bagi IHSG. Faktor-faktor tersebut antara lain:
- Kebijakan Moneter Akomodatif Bank Indonesia (BI): BI telah memangkas suku bunga acuan (BI-7DRR) menjadi 4,75%, yang berpotusi mendorong pertumbuhan kredit dan meningkatkan daya tarik pasar saham domestik.
- Laporan Kinerja Emiten Perbankan Besar (HIMBARA): Laporan kuartanan dari bank-bank BUMN dinanti untuk melihat ketahanan sektor perbankan sebagai penopang utama perekonomian.
- Tren Harga Komoditas Ekspor: Harga komoditas andalan Indonesia seperti batubara, minyak sawit mentah (CPO), dan nikel masih menunjukkan tren positif, yang akan mengerek pendapatan emiten-emiten di sektor terkait.
- Arus Masuk Dana Rebalancing MSCI: Potensi arus masuk modal asing terkait penyesuaian portofolio indeks MSCI global pada November menjadi katalis likuiditas yang signifikan.
Merespon kondisi ini, Kiwoom merekomendasikan investor untuk fokus pada sektor-sektor yang dianggap resilien:
- Energi dan Komoditas: Batubara, emas, nikel, dan CPO.
- Sektor Defensif: Consumer staples (barang konsumsi primer), telekomunikasi, dan healthcare (kesehatan) yang permintaannya cenderung stabil.
- Perbankan Besar: Bank-bank dengan fundamental kuat dan akses pendanaan yang luas.
- Properti dan Transportasi: “Sektor properti berkapitalisasi besar memiliki valuasi diskon, sementara transportasi dan logistik berpotensi menjadi seasonal play seiring puncak musim logistik di akhir tahun,” ungkap Liza.
Rekomendasi Saham Pilihan (Stock Pick)
Di tingkat saham, Liza dan timnya menyoroti beberapa emiten dengan prospek positif sepanjang kuartal IV:
- Program Makan Bergizi Gratis: Saham-saham di sektor consumer non-cyclicals seperti JPFA (Japfa Comfeed Indonesia Tbk) dan ICBP (Indofood CBP Sukses Makmur Tbk) berpotensi terdorong oleh program pemerintah senilai Rp335 triliun yang akan meningkatkan daya beli masyarakat.
- Energi dan Komoditas: AKRA (AKR Corporindo Tbk) dan PGEO (PT Pertamina Geothermal Energy Tbk).
- Perbankan: BMRI (Bank Mandiri (Persero) Tbk) dan BBRI (Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk).
- Teknologi: CYBR (PT Cyberspace Indonesia Tbk) sebagai representasi emiten berbasis teknologi.
Sebagai penutup, Liza mengingatkan, “Kuarta IV historisnya cenderung positif, terutama dengan rally Desember. Namun, investor tetap perlu mewaspadai risiko global dan menjaga strategi selektif pada sektor-sektor unggulan dengan fundamental kuat dan likuiditas yang baik.”



