#Tradingan – Perbandingan #Fundamental #Stablecoin Algorithmic vs #Collateralized – Dalam ekosistem #keuangan digital yang berkembang pesat, stablecoin menjadi salah satu pilar penting untuk menjembatani dunia #kripto dengan nilai stabil mata uang fiat. Di tengah volatilitas tinggi #aset kripto seperti #Bitcoin dan #Ethereum, stablecoin berperan sebagai alat tukar, penyimpan nilai, sekaligus instrumen #likuiditas yang menjaga kestabilan transaksi.
Namun, tidak semua stablecoin diciptakan dengan mekanisme yang sama. Secara umum, terdapat dua model utama: algorithmic stablecoin dan collateralized stablecoin. Keduanya memiliki tujuan yang serupa—menjaga harga agar tetap mendekati nilai patokan (biasanya USD 1)—tetapi memiliki pendekatan, risiko, dan keberlanjutan yang sangat berbeda.
Baca Juga: Mengukur “Network Value to Transaction” (NVT) Ratio sebagai Indikator Fundamental BTC & ETH
Artikel ini akan mengulas secara mendalam perbandingan fundamental antara kedua jenis stablecoin tersebut, mencakup konsep dasar, mekanisme kerja, kelebihan, risiko, serta prospek masa depannya di dunia keuangan digital.

1. Konsep Dasar Keduanya
Collateralized Stablecoin
Collateralized stablecoin atau stablecoin berbasis jaminan merupakan jenis stablecoin yang nilainya didukung oleh aset cadangan (collateral). Aset ini bisa berupa uang fiat seperti dolar AS, logam mulia seperti emas, atau bahkan aset kripto lain seperti ETH.
Contoh paling populer adalah USDT (Tether) dan USDC (USD Coin), yang diklaim memiliki jaminan 1:1 terhadap dolar AS dan disimpan di rekening bank atau instrumen keuangan berisiko rendah. Sementara itu, DAI (MakerDAO) merupakan stablecoin terdesentralisasi yang didukung oleh aset kripto melalui sistem over-collateralization, di mana nilai jaminan lebih besar daripada jumlah stablecoin yang diterbitkan untuk mengantisipasi fluktuasi harga kripto.
Algorithmic Stablecoin
Berbeda dengan model di atas, algorithmic stablecoin tidak memiliki cadangan aset nyata sebagai penopang nilai. Sebaliknya, stabilitasnya dijaga melalui mekanisme algoritmik dan kontrak pintar (smart contract) yang secara otomatis mengatur suplai token berdasarkan permintaan pasar.
Prinsipnya mirip dengan cara kerja bank sentral, tetapi tanpa intervensi manusia. Ketika harga stablecoin naik di atas $1, sistem akan mencetak lebih banyak token untuk menurunkan harga. Sebaliknya, jika harga turun di bawah $1, sistem akan membakar (burn) token untuk mengurangi suplai dan menstabilkan harga.
Contoh terkenal dari model ini adalah TerraUSD (UST), yang sempat menjadi salah satu stablecoin terbesar di dunia sebelum mengalami keruntuhan pada tahun 2022, serta Ampleforth (AMPL) yang mengatur suplai token berdasarkan perubahan harga pasar harian.
2. Mekanisme Kerja dan Stabilitas Harga
Collateralized Stablecoin
Kestabilan harga pada collateralized stablecoin sangat bergantung pada kepercayaan terhadap aset jaminan yang mendukungnya. Setiap token yang beredar memiliki cadangan aset dengan nilai setara, sehingga pengguna dapat menukarkannya kembali dengan nilai yang sama (biasanya 1 USDC = $1).
Mekanisme ini relatif sederhana dan terbukti efektif dalam menjaga kestabilan harga, asalkan penerbit dapat menjamin bahwa cadangan tersebut benar-benar ada dan dapat diverifikasi. Karena itu, stablecoin jenis ini biasanya memerlukan audit independen dan transparansi laporan keuangan untuk menjaga kepercayaan publik.
Namun, model ini memiliki kelemahan utama berupa sentralisasi. Pengelolaan cadangan oleh entitas tertentu menjadikan stablecoin seperti USDT dan USDC rentan terhadap kebijakan internal atau intervensi regulator.
Algorithmic Stablecoin
Algorithmic stablecoin bekerja dengan prinsip elastisitas suplai, di mana sistem menyesuaikan jumlah token beredar secara otomatis agar harga tetap stabil. Ketika harga naik, sistem mencetak lebih banyak token; ketika harga turun, sistem mengurangi suplai melalui pembakaran atau insentif konversi ke token lain.
Sebagai contoh, dalam ekosistem Terra, ketika harga UST turun di bawah $1, sistem mendorong pengguna untuk menukar UST dengan token LUNA dengan harga diskon, sehingga mengurangi suplai UST. Namun ketika kepercayaan pasar terhadap LUNA menurun drastis, mekanisme ini gagal menahan penurunan harga, menyebabkan death spiral yang berujung pada kehancuran sistem.
Artinya, meskipun model ini lebih terdesentralisasi dan otomatis, ia sangat bergantung pada kepercayaan pasar dan permintaan terhadap token pendukungnya. Jika kepercayaan hilang, kestabilan harga bisa runtuh dalam hitungan jam.
Baca Juga: Bagaimana Ekosistem Real World Asset (RWA) Mengubah Fundamental Investasi Kripto
3. Kelebihan dan Risiko Masing-Masing Model
Kelebihan Collateralized Stablecoin
- Stabilitas yang Tinggi – Didukung aset nyata, sehingga harga relatif konstan.
- Likuiditas Tinggi – Banyak digunakan di ekosistem DeFi, bursa, dan transaksi lintas platform.
- Mudah Dipahami dan Diverifikasi – Model ekonominya sederhana dan transparan jika laporan keuangan diaudit secara terbuka.
Risiko Collateralized Stablecoin
- Sentralisasi dan Risiko Kepercayaan – Pihak penerbit memiliki kendali penuh atas cadangan.
- Potensi Pembekuan Aset – Dana bisa diblokir oleh otoritas hukum atau kebijakan perusahaan.
- Risiko Regulasi – Karena terkait dengan sistem keuangan tradisional, stablecoin fiat sering menjadi target pengawasan ketat.
Kelebihan Algorithmic Stablecoin
- Desentralisasi Tinggi – Tidak bergantung pada pihak ketiga atau institusi keuangan.
- Efisiensi Modal – Tidak memerlukan cadangan besar untuk mempertahankan nilai.
- Inovatif dan Adaptif – Menggunakan smart contract yang dapat diperbarui untuk menyesuaikan kondisi pasar.
Risiko Algorithmic Stablecoin
- Tidak Ada Nilai Intrinsik – Tidak ada aset nyata yang mendukung nilai token.
- Ketergantungan pada Sentimen Pasar – Jika permintaan turun, sistem mudah kehilangan stabilitas.
- Risiko Sistemik dan Kegagalan Algoritma – Seperti kasus TerraUSD, kegagalan mekanisme dapat menimbulkan efek domino ke pasar kripto secara luas.
4. Keberlanjutan dan Prospek Masa Depan
Dalam kenyataan pasar, collateralized stablecoin masih mendominasi ekosistem kripto. Data hingga 2025 menunjukkan bahwa lebih dari 90% kapitalisasi stablecoin berasal dari USDT, USDC, dan DAI—semuanya berbasis jaminan. Ini menandakan bahwa pengguna lebih mempercayai model yang memiliki underlying asset yang jelas.
Namun, bukan berarti algorithmic stablecoin tidak memiliki masa depan. Beberapa proyek baru mulai mengembangkan model hibrida (hybrid stablecoin) yang memadukan jaminan parsial dengan mekanisme algoritmik. Salah satu contohnya adalah Frax (FRAX), yang menggunakan campuran antara collateral dan algoritma untuk menjaga stabilitas dengan tingkat desentralisasi yang lebih tinggi.
Ke depan, tantangan utama bagi industri stablecoin adalah menemukan keseimbangan antara stabilitas, transparansi, dan desentralisasi. Integrasi dengan aset dunia nyata (real-world assets), penggunaan audit on-chain, dan algoritma adaptif menjadi arah inovasi yang menjanjikan dalam menjaga kepercayaan dan keberlanjutan sistem.
Baca Juga: BNB Cetak Rekor Tertinggi Baru, Melonjak 15% dalam 24 Jam dengan Momentum Tak Terbendung
Kesimpulan
Perbandingan fundamental antara algorithmic stablecoin dan collateralized stablecoin menunjukkan dua pendekatan yang berbeda terhadap masalah yang sama: stabilitas nilai di dunia kripto.
- Collateralized stablecoin menawarkan stabilitas tinggi dan transparansi nilai, namun dengan konsekuensi berupa sentralisasi dan ketergantungan pada kepercayaan pihak penerbit.
- Algorithmic stablecoin menghadirkan desentralisasi dan efisiensi modal, tetapi masih menghadapi tantangan besar dalam menjaga kestabilan ketika kepercayaan pasar menurun.
Keduanya memiliki tempat tersendiri dalam ekosistem keuangan digital. Sementara collateralized stablecoin menjadi pilihan utama untuk kestabilan jangka pendek, algorithmic stablecoin tetap menarik bagi pengembang yang mengejar kemandirian finansial penuh tanpa ketergantungan terhadap sistem keuangan tradisional.
Dalam konteks jangka panjang, masa depan stablecoin kemungkinan akan bergeser menuju model hibrida yang memadukan keandalan aset nyata dan kecerdasan algoritmik, memberikan keseimbangan ideal antara stabilitas, efisiensi, dan desentralisasi.




[…] Baca Juga: Perbandingan Fundamental Stablecoin Algorithmic vs Collateralized […]