#Tradingan – Menganalisis #Tokenomics: #Supply Burn vs #Inflationary Model – Dalam dunia aset #digital, salah satu faktor paling menentukan bagi keberlangsungan sebuah proyek #kripto adalah tokenomics. Istilah ini mengacu pada desain ekonomi suatu token, mencakup cara distribusi, mekanisme pasokan, serta #strategi menjaga nilai di #pasar. Jika diibaratkan, tokenomics adalah “sistem ekonomi internal” yang memastikan proyek kripto dapat berjalan dengan sehat dan menarik minat investor maupun pengguna.
Baca Juga: Menggunakan On-Chain Whale Tracking untuk Prediksi Harga
Dari sekian banyak model tokenomics, ada dua yang paling populer dan sering menjadi bahan diskusi, yaitu Supply Burn (deflasi) dan Inflationary Model (inflasi). Keduanya memiliki filosofi ekonomi yang berbeda, serta dampak jangka panjang yang kontras terhadap ekosistem token. Artikel ini akan mengulas secara mendalam perbedaan, kelebihan, serta kelemahan dari kedua pendekatan tersebut.

Memahami Supply Burn (Deflasi)
Definisi Supply Burn
Supply Burn adalah mekanisme di mana sebagian token yang beredar di pasar dihancurkan secara permanen. Proses ini biasanya dilakukan dengan mengirim token ke alamat yang tidak dapat diakses (disebut “burn address”), sehingga jumlah total token yang beredar berkurang.
Tujuan utama dari burning adalah menciptakan kelangkaan, yang secara teori dapat mendorong nilai token naik seiring dengan meningkatnya permintaan. Mekanisme ini mirip dengan prinsip “deflasi” dalam ekonomi tradisional, di mana jumlah barang atau aset yang terbatas bisa meningkatkan harga.
Contoh Proyek dengan Supply Burn
- Binance Coin (BNB): Binance secara rutin melakukan burning BNB setiap kuartal, berdasarkan volume trading di platform mereka.
- Shiba Inu (SHIB): Komunitas SHIB memperkenalkan mekanisme burning untuk menjaga kelangkaan dan meningkatkan daya tarik token.
Kelebihan Supply Burn
- Kelangkaan yang Terkendali – Dengan berkurangnya suplai, token menjadi lebih langka sehingga harga berpotensi naik.
- Meningkatkan Kepercayaan Investor – Investor melihat adanya komitmen dari tim proyek untuk menjaga nilai jangka panjang.
- Insentif bagi Holder – Pemilik token yang menyimpan dalam jangka panjang berpeluang menikmati apresiasi harga.
Kelemahan Supply Burn
- Spekulasi Berlebihan – Efek burning sering kali lebih bersifat psikologis daripada fundamental.
- Tidak Ada Jaminan Harga Naik – Jika permintaan token tidak tumbuh, burning tidak akan banyak membantu.
- Risiko Sentralisasi – Jika proses burning dikendalikan sepenuhnya oleh tim proyek, transparansi dan keadilan bisa dipertanyakan.
Memahami Inflationary Model (Inflasi)
Definisi Inflationary Model
Berbeda dengan deflasi, inflationary model justru menambah jumlah suplai token secara bertahap. Token baru terus dicetak dan masuk ke pasar, baik melalui mekanisme reward, staking, maupun mining. Model ini menyerupai sistem moneter tradisional, di mana bank sentral dapat mencetak uang baru untuk mendukung perekonomian.
Contoh Proyek dengan Inflationary Model
- Ethereum (ETH): Pasca-merge, Ethereum memiliki mekanisme burning (EIP-1559), namun tetap berpotensi inflasi tergantung pada tingkat aktivitas jaringan.
- Dogecoin (DOGE): Dogecoin tidak memiliki batas maksimal suplai, dan token baru terus masuk ke pasar setiap tahun.
Kelebihan Inflationary Model
- Mendukung Ekosistem – Token baru bisa dialokasikan untuk membayar validator, miner, atau developer, sehingga jaringan tetap aktif.
- Mendorong Partisipasi – Investor baru tertarik karena adanya reward dari staking atau mining.
- Distribusi Lebih Merata – Inflasi membantu mencegah dominasi investor awal karena suplai terus bertambah.
Kelemahan Inflationary Model
- Risiko Penurunan Harga – Jika suplai tumbuh terlalu cepat sementara permintaan tidak seimbang, nilai token bisa tertekan.
- Mengurangi Daya Tarik Jangka Panjang – Holder lama bisa terdilusi karena porsi kepemilikan mereka semakin kecil.
- Inflasi yang Tidak Terkendali – Tanpa batasan yang jelas, suplai berlebih dapat mengikis kepercayaan pasar.
Baca Juga: Mengapa Lo Kheng Hong Borong Saham SIMP?
Supply Burn vs Inflationary Model: Perbandingan
Kedua model ini memiliki karakteristik yang sangat berbeda, dan pemilihan mekanisme biasanya bergantung pada tujuan proyek serta kebutuhan ekosistemnya.
| Aspek | Supply Burn (Deflasi) | Inflationary Model (Inflasi) |
|---|---|---|
| Dampak pada Harga | Cenderung meningkatkan harga jika permintaan stabil | Bisa menekan harga jika suplai berlebih |
| Insentif Jangka Panjang | Memberi keuntungan pada holder lama | Memberikan reward berkelanjutan pada pengguna aktif |
| Distribusi Token | Terbatas, sering menguntungkan investor awal | Lebih merata karena suplai terus bertambah |
| Risiko Utama | Spekulasi & hype semu | Dilusi kepemilikan & inflasi berlebihan |
| Contoh | BNB, SHIB | ETH, DOGE |
Tren Baru: Hybrid Model
Menariknya, banyak proyek modern tidak hanya memilih salah satu model, melainkan menggabungkan keduanya. Ethereum adalah contoh paling jelas. Dengan mekanisme EIP-1559, Ethereum melakukan burning sebagian biaya transaksi, namun pada saat yang sama tetap mencetak token baru untuk memberi reward kepada validator.
Hybrid model seperti ini mencoba menyeimbangkan antara kelangkaan dan keberlanjutan ekosistem. Dengan adanya pembakaran token, investor merasa yakin terhadap kelangkaan aset. Di sisi lain, suplai baru tetap hadir untuk memastikan keberlangsungan jaringan.
Baca Juga: Profil Lo Kheng Hong Sang Investor Legendaris Warren Buffett Indonesia
Kesimpulan
Baik Supply Burn maupun Inflationary Model, keduanya memiliki peran penting dalam membentuk tokenomics sebuah proyek. Supply burn lebih cocok untuk proyek yang ingin menonjolkan kelangkaan dan menjaga nilai aset, sementara inflationary model lebih sesuai untuk ekosistem yang membutuhkan reward berkelanjutan dan insentif partisipasi pengguna.
Tidak ada model yang mutlak lebih baik. Pada akhirnya, yang terpenting adalah keseimbangan antara utilitas token, mekanisme pasokan, serta kebutuhan ekosistem. Investor perlu memahami model yang digunakan sebelum mengambil keputusan, agar dapat menilai kesehatan jangka panjang sebuah aset kripto.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang tokenomics, investor tidak hanya bisa melihat sebuah token dari sisi harga semata, tetapi juga dari segi fundamental ekonomi yang menopang nilainya di masa depan.




[…] Baca Juga: Menganalisis Tokenomics: Supply Burn vs Inflationary Model […]
[…] Baca Juga: Menganalisis Tokenomics: Supply Burn vs Inflationary Model […]