#Tradingan – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, melihat adanya peluang signifikan bagi #EksporIndonesia untuk meningkatkan ekspor ke Amerika Serikat (AS), di tengah kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh AS. Dengan tarif bea masuk sebesar 19% yang dinilai lebih kompetitif, Indonesia memiliki celah strategis untuk merebut pangsa pasar dari negara-negara pesaing.
#PeluangEkspor ini dibahas dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) #OJK Juli 2025. Mahendra menjelaskan bahwa kebijakan proteksionis #KebijakanTrump memang menciptakan situasi yang destruktif bagi banyak negara. Namun, di balik itu, terdapat sisi positif yang bisa dimanfaatkan oleh #Indonesia. Tarif yang diterapkan ke Indonesia terbilang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang menjadi eksportir utama ke AS. Hal ini membuka kesempatan untuk meningkatkan #DayaSaing dan memperbaiki posisi Indonesia di #PasarGlobal.
Baca Juga : Investor Wajib Tahu Apa Itu Bitcoin Halving?
Mahendra, dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Juli 2025, menjelaskan bahwa kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump, memang menciptakan situasi yang destruktif bagi banyak negara. Namun, di balik itu, terdapat sisi positif yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia. Tarif yang diterapkan ke Indonesia terbilang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang menjadi eksportir utama ke AS.
“Sebenarnya ini ruang untuk meningkatkan ekspor kita untuk barang-barang listrik ini beserta suku cadangnya,” ungkap Mahendra. Ia menyoroti bahwa banyak negara yang nilai ekspornya jauh di atas Indonesia justru dikenakan tarif impor yang lebih tinggi. Situasi ini membuka kesempatan bagi produk Indonesia untuk bersaing.
Peluang di Sektor Unggulan
Mahendra memaparkan data konkret yang menunjukkan besarnya celah pasar yang bisa direbut. Sebagai contoh, ekspor produk listrik dan suku cadang Indonesia ke AS hanya mencapai US$ 4,83 miliar. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan China yang mencapai US$ 127 miliar dan Vietnam dengan US$ 42,57 miliar, padahal kedua negara tersebut dikenakan tarif yang lebih tinggi.

Baca Juga : Pilihan Jadi Trader Fundamental atau Teknikal?
Peluang serupa juga terlihat di beberapa sektor lain. China dan Vietnam saat ini mendominasi pasar ekspor alas kaki ke AS, sementara Indonesia berada di posisi ketiga. Demikian pula pada produk-produk apparel, furnitur, karet, dan minyak nabati, yang mana nilai ekspor Indonesia ke AS masih terbilang sangat rendah.
Dengan daya saing tarif yang dimiliki Indonesia, Mahendra menegaskan bahwa ini adalah momen yang tepat untuk mengoptimalkan potensi ekspor. Pihaknya bersama pemerintah bertekad untuk mendorong ekspor yang lebih besar ke AS.
Peran OJK dalam Mendukung Ekspor
Untuk mewujudkan potensi ini, Mahendra menegaskan bahwa OJK di bawah koordinasi pemerintah siap mendukung penuh upaya peningkatan daya saing ekspor. OJK saat ini sedang melakukan pendalaman khusus mengenai skema pembiayaan yang bisa dimanfaatkan oleh para eksportir.
“Di tengah-tengah kondisi destruktif soal tarif, kita upayakan ekspor meningkat, utamanya memperbaiki dan memperkuat iklim berusaha dan investasi di Indonesia,” pungkas Mahendra. Dukungan OJK diharapkan dapat memfasilitasi pelaku usaha dalam hal permodalan dan manajemen risiko, sehingga mereka lebih siap untuk menembus pasar internasional.
Dengan adanya sinergi antara pemerintah, regulator, dan pelaku usaha, diharapkan celah emas ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, tidak hanya untuk meningkatkan neraca perdagangan, tetapi juga untuk memperkuat fundamental ekonomi nasional secara keseluruhan.
Baca Juga : Ada Beberapa Tipe Indikator Teknikal di Pasar Modal



