Indonesia berhasil menduduki posisi ketiga dalam Chainalysis Global Crypto Adoption Index 2024, meskipun penggunaan kripto sebagai alat pembayaran resmi masih dilarang di negara tersebut. Laporan ini, yang diterbitkan oleh perusahaan analitik blockchain Chainalysis, menunjukkan bagaimana teknologi keuangan terdesentralisasi atau DeFi memainkan peran penting dalam adopsi kripto di Indonesia.
Transaksi DeFi Mendominasi
Dalam laporan ini, tercatat bahwa aliran masuk transaksi aset digital di Indonesia selama periode 12 bulan hingga Juli 2024 mencapai USD 157,1 miliar. Salah satu faktor utama yang mendorong adopsi kripto di Indonesia adalah meningkatnya penggunaan Decentralized Finance (DeFi). DeFi memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi keuangan tanpa memerlukan perantara tradisional, seperti bank, melalui protokol berbasis blockchain.
DeFi menjadi solusi populer di Indonesia, terutama bagi mereka yang mencari cara baru untuk mengelola aset keuangan mereka secara mandiri dan mendapatkan akses ke layanan keuangan yang lebih terjangkau. Aktivitas transaksi terdesentralisasi ini terutama didorong oleh tingginya volume transaksi skala ritel di kalangan pengguna yang memiliki daya beli lebih rendah, seperti yang juga tercatat di banyak negara berkembang lainnya.
Asia Tenggara dan Asia Selatan Dominasi Adopsi Kripto
Indonesia bukan satu-satunya negara Asia Tenggara yang menonjol dalam indeks adopsi kripto global. Dari 20 negara teratas dalam laporan Chainalysis, tujuh di antaranya berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Vietnam dan Filipina. Kawasan ini terus menjadi pusat utama dalam adopsi kripto, di mana teknologi blockchain semakin diakui sebagai sarana untuk menyediakan akses ke layanan keuangan bagi masyarakat yang sebelumnya kurang terlayani oleh sistem perbankan konvensional.
Di Vietnam, Filipina, dan Indonesia, daya tarik DeFi dan teknologi kripto sebagai alat investasi alternatif semakin kuat. Hal ini terkait dengan kemudahan akses dan potensi keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan sistem keuangan tradisional, terutama di negara-negara dengan regulasi perbankan yang lebih ketat atau akses layanan keuangan yang terbatas.
India: Pemimpin Global Adopsi Kripto
Dalam laporan ini, India tetap berada di peringkat teratas dalam adopsi kripto global, mempertahankan posisinya sebagai pemimpin selama dua tahun berturut-turut. Meskipun menghadapi tantangan regulasi ketat dan pajak perdagangan yang tinggi, India terus menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam adopsi kripto. Hal ini menandakan besarnya minat masyarakat India terhadap teknologi blockchain dan kripto, meskipun regulasi menjadi tantangan yang belum terselesaikan.
Masa Depan Kripto di Indonesia
Posisi ketiga yang diraih Indonesia dalam indeks adopsi kripto global menegaskan bahwa negara ini memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama di industri kripto, khususnya dalam teknologi DeFi. Meskipun ada larangan terhadap penggunaan kripto sebagai alat pembayaran, adopsi kripto di Indonesia tetap kuat, berkat meningkatnya transaksi ritel dalam platform DeFi.
Ke depan, potensi pengembangan regulasi yang lebih inklusif terhadap aset digital dan teknologi blockchain dapat membuka jalan bagi pertumbuhan yang lebih besar. Saat ini, Indonesia sudah menunjukkan kemampuan untuk bersaing dengan negara-negara besar lainnya dalam hal adopsi kripto, dan jika kondisi regulasi memungkinkan, negara ini bisa menjadi pusat inovasi keuangan berbasis blockchain di Asia Tenggara.
Jembatan Antara Sistem Terpusat dan Terdesentralisasi
Sebagai jembatan, BXTEN tidak hanya berfokus pada pengembangan teknologi tetapi juga bertujuan untuk menghubungkan sistem terpusat dan terdesentralisasi melalui BXT Token. Dalam dunia yang semakin bergerak menuju desentralisasi, seperti yang terlihat dari peningkatan aktivitas DeFi di Indonesia dan Asia Tenggara, BXT Token menjadi alat penting untuk membangun jembatan antara kedua dunia ini, memberikan manfaat bagi pengguna dan investor di seluruh ekosistem BXTEN.
Kesimpulan
Adopsi kripto di Indonesia terus berkembang, dengan DeFi sebagai pendorong utama. Meskipun regulasi masih membatasi beberapa aspek penggunaan kripto, tingginya aktivitas transaksi digital menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin terbuka terhadap teknologi blockchain. Dengan posisi ketiga dalam Chainalysis Global Crypto Adoption Index, Indonesia menunjukkan potensinya untuk menjadi salah satu pusat kripto utama di kawasan Asia Tenggara.